[Beda Budaya] Perkara Nama


Ini catatan tentang salah satu perbedaan antara budaya Indonesia dengan Saudi Arabia sana. Pernah di waktu dzuhur di Masjid Nabawi, saya bertemu dengan seorang wanita Arab yang membawa anak lelakinya yang masih berusia sekitar tujuh bulan. Bayi gemuk bercelak itu sangat lucu. Sangat menggemaskan. Sambil menunggu iqamat, saya menyapa si Ibu dan bayinya tersebut.


“Wow..so cute.. what is his name?” Saya bertanya
Si Ibu mengernyit. Rupanya ia tidak bisa berbicara dengan Bahasa Inggris.
“Name.. hmm.. “ Saya mengulangnya sambil berpikir
“Ismi?” Si ibu berkata dan saya pun mengiyakan cepat
“Mohammed Abu Bakar.”
“Subhanallah..” Saya tersenyum. Yang membuat saya spontan bertasbih adalah saya teringat apa yang pernah terjadi pada saya di tanah air.

Pada beberapa orang, bahkan pernah saya pasang di status facebook saya, saya pernah bilang kalau kelak saya punya anak, saya kepingin kasih nama anak saya Mohammed dan Khadijah. Dua sosok yang saya idolakan (red: paling tidak saya berusaha mengidolakan keduanya). Hampir semuanya tertawa. Meresponnya sebagai guyon semata.

“Lohh..kenapa? Ada yang salah? Mohammed bisa dipanggil Emmet, Khadijah bisa dipanggil Heidi kalo sekiranya kedua nama itu terlalu jadul buat kultur Indonesia”
“Hahahaha.. ada juga dipanggilnya Mamat sama Dijah izz..”

See..mereka mencibir begitu.. Lumrahnya bagi mereka itu, Mamat itu nama tukang sayur kalau Dijah itu nama pembokat.. Bukan berarti menjadi Tukang sayur atau pembantu itu pekerjaan menyedihkan.. bukan berarti pula saya mendoakan anak saya jadi Tukang sayur atau pembantu.. Hedeeehhh.. mindset ohh mindset..

Berbeda dengan bangsa Arab dan sekitarnya yang mayoritas penduduknya muslim, mereka selalu bangga menamai anak-anak mereka dengan nama-nama Nabi, shabat, shabiyah, dan nama-nama lain yang popular dalam sejarah Islam.

No comments:

Post a Comment